Selasa, 16 Juni 2020

BOSAN MEMULAI, JATUHNYA MASIH TERASA




"Kamu sudah bahagia, hanya saja ragumu yang sulit diterpa." Katanya.

Aku diam, masih tetap diam.


"Kenapa, dia tiba-tiba sepeduli itu?" Pertanyaan muncul dari intuisi terdalamku.

Angin sore berhembus pelan, seakan tahu bahwa aku tidak ingin diganggu. Duduk di teras rumah sambil sesekali menyapa tetanggaku yang hilir mudik lewat depan rumahku. Aktivitas sore ini. Tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa anak kecil yang mengayuh sepeda merk family kesana kemari. Sembari membuka mulut dan meminta suapan dari ibunya yang tengah asyik memegang mangkuk sambil bercengkrama dengan ibu lainnya di atas kursi.

"Rindu." Ucapku tersenyum melihatnya anak kecil itu.

Drrrrrrrt, suara getaran telpon genggamku.

Satu notifikasi dari nomor yang tidak ada dalam kontakku.

"Assalamualaikum, gimana kabarnya Ra?" Sapanya melalui pesan aplikasi WhatsApp.

Aku masih memperhatikan. Tanpa membuka ruangan chatnya.

"Siapa ya? Gak bisa tenang dikit gitu?" Tanyaku penasaran sembari menggerutu kesal karna waktu tenangku terganggu.

"Lyra, kalo ada tukang siomay, panggil yaa!" Teriak Abang rendra dari balik kamar secara tiba-tiba.

"Udah lewat bang!" Teriakku menjawab.

"Yah elu mah, bukannya bilang!" Teriaknya lagi, sembari menghampiriku ke depan teras.

"Ye, abang aja baru bilang. Coba kalo dari kemaren bilangnya." Kataku kesal.

Tanpa kata. Abang menoyor kepalaku. Dasar abang aneh.

Aku menyudahi aktivitas soreku untuk bersiap-siap mendirikan shalat msgrib dan bertadarus. Kalau tidak, Ayah pasti sedih di sana.

Satu surat sudah selesai kubaca. Beberapa menit kemudian adzan isya berkumandang. Aku lantas mendirikan isya.

Selepas itu. Kurebahkan tubuhku di atas ranjang. Kubuka layar telpon genggamku. Membuka kunci layar dan mengklik ikon whatsaap.

Setelah bergeming beberapa detik. Kubuka ruangan chat yang mengirimiku pesan tadi sore.

"Kok gak ada user dan foto profilnya ya?" Tanyaku bingung.

"Males ah, lagi mau tenang." Kataku bergumam. Mengacuhkan pesan yang datang sejak petang tadi.


Tukangngetik_

🖋️Tangerang, 16 Juni 2020

Senin, 01 Juni 2020

Santri Sejuta Cerita








Penulis: IKPBT (Ikatan Penulis Bani Tamim)


Kontributor: Setiani Ika, Nurhadi Firdaus, Ayu Adela, Fifi Fauziah, Fadilatul Islamiyah, Atikah Tri Lestari , Siti Nur Fadilah, Hana Sulista, Synthia Erla dan Lili Sholihah.


ISBN: 978-623-7203-76-6

Editor: Setiani Ika

Layout : Tidar Media

Design Sampul: Tidar Media

Ilustrasi Sampul: Setiani Ika



BLURB :

Ketika aku sedang merapihkan pakaian dan

barang-barangku ke dalam lemari. Aku melihat santri baru seusiaku yang lemarinya tepat di samping lemari Agnia saudaraku. Dan sepertinya dia lebih dulu datang ke kamar.


“Kaya anak kecil, kayanya dia anak yang manja dan cengeng."Batinku seraya memperhatikannya.


“Ada apa Li?” Tanya Agnia heran melihat tatapanku.


“Eh, enggak sebenarnya…” Ucapku tiba-tiba terpotong karna kami dikejutkan oleh suara

teriakan Ukhti Hani Salsabila yang mengingatkan kami untuk bersiap-siap pergi ke masjid. Sebab waktu dzuhur akan segera tiba. Aku bergegas memakai mukena bersama Agnia. Namun, sebelum kami berangkat. Aku mengajak anak tadi untuk pergi ke masjid bersama-sama.


“Nama kamu siapa?” Tanyaku padanya.

"Eka Yulianti.” Jawabnya yang masih memainkan handphonenya sebab orang tuanya belum pulang.

“Eka, kita ke masjid bareng yuk.” Ajak Agnia sedikit ketakutan. Ternyata anak itu memang terlihat agak seram dengan tatapan matanya yang melotot ke arah kami dan gayanya yang agak sombong.


“Duluan saja.” Ucapnya tanpa melirik kami sama sekali.


“Baiklah, kami duluan yah, assalamualaikum.” Ucap kami berdua dengan rasa takut.


Bagaimana kisah Lili Sholihah dan temannya pada hari pertama di Pesantren? Yuk kita temukan Jawabannya.




ALLAH SUDAH SIAPKAN YANG TERBAIK

    Mengikhlaskan kehilangan memang sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan, Apalagi kehilangan orang-orang yang disayang. Meskipun kita t...